UNTUK MENDOWNLOAD FILE PDF NYA KLIK
MENTERI
TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI
REPUBLIK INDONESIA
PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI
REPUBLIK INDONESIA
NOMOR PER.11/MEN/VII/2010
TENTANG
WAKTU KERJA DAN ISTIRAHAT DI SEKTOR PERIKANAN
PADA DAERAH OPERASI TERTENTU
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang : a. bahwa sebagai pelaksanaan Pasal 77 ayat (4) dan Pasal 78
ayat (4) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan dipandang perlu diatur mengenai waktu kerja
dan istirahat di sektor perikanan pada daerah operasi tertentu;
b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud
pada huruf a untuk itu perlu ditetapkan dengan Peraturan
Menteri.
Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1951 tentang Pernyataan
Berlakunya Undang-Undang Pengawasan Perburuhan Tahun
1948 nomor 23 dari Republik Indonesia untuk Seluruh
Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1951
Nomor 4);
2. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2003 Nomor 39, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4279);
3. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 2004,
Tambahan Lembaran Negara Tahun 4433);
4. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2010
tentang Pengawasan Ketenagakerjaan;
5. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 84/P Tahun
2009;
6. Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi nomor
KEP. 102/MEN/VI/2004 tentang Waktu Kerja Lembur dan Upah
Kerja Lembur.
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI
REPUBLIK INDONESIA TENTANG WAKTU KERJA DAN
ISTIRAHAT DI SEKTOR PERIKANAN PADA DAERAH OPERASI
TERTENTU.
Pasal 1
Ketentuan Umum
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
1. Waktu kerja adalah waktu yang digunakan untuk melakukan pekerjaan pada suatu
periode tertentu.
2. Ikan adalah segala jenis organisme yang seluruh atau sebagian dari siklus hidupnya
berada di dalam lingkungan perairan.
3. Perikanan adalah semua kegiatan yang berhubungan dengan pengelolaan dan
pemanfaatan sumber daya ikan dan lingkungannya mulai dari praproduksi, produksi,
pengolahan sampai dengan pemasaran, yang dilaksanakan dalam suatu sistem
bisnis perikanan.
4. Penangkapan ikan adalah kegiatan untuk memperoleh ikan di perairan yang tidak
dalam keadaan di budidayakan dengan alat atau cara apapun, termasuk kegiatan
yang menggunakan kapal untuk memuat, mengangkut, menyimpan, mendinginkan,
menangani, mengolah, dan/atau mengawetkannya.
5. Pembudidayaan ikan adalah kegiatan untuk memelihara, membesarkan, dan/atau
membiakkan ikan serta memanen hasilnya dalam lingkungan yang terkontrol,
termasuk kegiatan yang menggunakan kapal untuk memuat, mengangkut,
menyimpan, mendinginkan, menangani, mengolah, dan /atau mengawetkannya.
6. Daerah operasi tertentu adalah lokasi kegiatan yang berhubungan dengan
penangkapan dan/atau budidaya ikan pada daerah terpencil.
7. Daerah terpencil adalah lokasi tempat kerja yang:
a. lokasi tempat kerja jauh dari tempat permukiman umum;
b. tidak tersedia atau tidak dapat dilalui oleh kendaraan umum/transportasi umum;
c. untuk mencapai lokasi kerja harus menggunakan kendaraan khusus;
d. tidak tersedia pasar, fasilitas pendidikan, dan fasilitas kesehatan; dan
e. kebutuhan hidup sehari-hari harus didatangkan dari daerah lain sehingga harus
disediakan oleh pengusaha/perusahaan.
8. Periode kerja adalah waktu tertentu bagi pekerja/buruh untuk melakukan pekerjaan
sesuai dengan jadual kerja yang ditetapkan.
9. Pekerja/buruh adalah setiap orang yang bekerja dengan menerima upah atau
imbalan lain dalam bentuk lain.
10. Perusahaan adalah:
a. setiap bentuk usaha berbadan hukum atau tidak, milik orang perseorangan, milik
persekutuan, atau milik badan hukum swasta maupun milik negara yang
mempekerjakan pekerja/buruh dengan membayar upah atau imbalan dalam
bentuk lain;
b. usaha-usaha sosial dan usaha-usaha lain yang mempunyai pengurus dan
mepekerjakan orang lain dengan membayar upah atau imbalan dalam bentuk
lain.
11. Pengusaha adalah:
a. orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang menjalankan suatu
perusahaan milik sendiri;
b. orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang secara berdiri sendiri
menjalankan perusahaan bukan miliknya;
c. orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang berada di Indonesia
mewakili perusahaan sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b yang
berkedudukan di luar wilayah Indonesia.
12. Menteri adalah Menteri Tenaga kerja dan Transmigrasi.
Pasal 2
Ruang Lingkup
Peraturan Menteri ini meliputi pengaturan waktu kerja dan istirahat bagi pekerja/buruh
yang dipekerjakan oleh pengusaha yang berdomisili di Indonesia yang melakukan
usaha di sektor perikanan pada daerah operasi tertentu.
Pasal 3
(1) Perusahaan di sektor perikanan termasuk perusahaan jasa penunjang yang
melakukan kegiatan di daerah operasi tertentu dapat memilih dan menetapkan
salah satu dan/atau beberapa waktu kerja sesuai dengan kebutuhan operasional
perusahaan sebagai berikut:
a. Periode kerja 3 (tiga) minggu berturut-turut, dengan ketentuan setelah pekerja
bekerja selama 2 (dua) minggu berturut-turut diberikan 1 (satu) hari istirahat
serta 4 (empat) hari istirahat setelah pekerja menyelesaikan periode kerja;
b. Periode kerja 4 (empat) minggu berturut-turut bekerja, dengan ketentuan setelah
pekerja bekerja selama 2 (dua) minggu berturut-turut diberikan 1 (satu) hari
istirahat serta 5 (lima) hari istirahat setelah pekerja menyelesaikan periode kerja.
(2) Dalam hal perusahaan menerapkan periode kerja sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf a dan huruf b maka waktu kerja paling lama 12 (dua belas) jam sehari
tidak termasuk waktu istirahat selama 1 (satu) jam.
(3) Perusahaan yang menggunakan waktu kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (2),
wajib membayar upah kerja lembur setelah 7 (tujuh) jam kerja dengan perhitungan
sebagai berikut:
a. Hari kerja biasa:
1) untuk jam kerja lembur pertama harus dibayar upah sebesar 11
/2 (satu
setengah) kali upah sejam;
2) untuk setiap jam kerja lembur berikutnya harus dibayar upah sebesar 2 (dua)
kali upah sejam.
b. Hari libur resmi:
1) untuk setiap jam dalam batas 7 (tujuh) jam sedikit-dikitnya dibayar 2 (dua) kali
upah sejam;
2) untuk jam kerja pertama selebihnya 7 (tujuh) jam harus dibayar sebesar 3
(tiga) kali upah sejam;
3) untuk jam kerja kedua setelah 7 (tujuh) jam dan seterusnya dibayar sebesar 4
(empat) kali upah sejam.
Pasal 4
Pemilihan pengaturan waktu kerja dan waktu istirahat sebagaimana dimaksud pada
Pasal 3 lebih lanjut diatur dalam Perjanjian Kerja, Peraturan Perusahaan, atau
Perjanjian Kerja Bersama.
Pasal 5
(1) Pengusaha dapat melakukan penggantian dan/atau perubahan periode kerja
dengan memilih dan menetapkan kembali periode kerja sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 3.
(2) Pergantian dan/atau perubahan periode kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
wajib disepakati terlebih dahulu oleh pekerja/buruh dengan pengusaha.
(3) Pergantian dan/atau perubahan periode kerja sebagaimana dimaksud pada ayat
(2), diberitahukan secara tertulis kepada instansi yang bertanggung jawab di bidang
ketenagakerjaan di Kabupaten/Kota.
Pasal 6
Dalam hal pekerja/buruh dan pengusaha telah memilih dan menetapkan periode kerja
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 dan ternyata pekerja/buruh dipekerjakan kurang
dari periode kerja yang dipilih dan/atau ditetapkan, maka pengusaha wajib membayar
upah sesuai dengan periode kerja yang dipilih dan/atau ditetapkan.
Pasal 7
Dalam hal pekerja/buruh dipekerjakan pada hari libur resmi yang jatuh pada periode
kerja yang telah dipilih dan/atau ditetapkan maka dihitung sebagai bekerja lembur.
Pasal 8
Waktu yang dipergunakan untuk perjalanan pekerja/buruh dari tempat tinggal yang
diakui oleh pengusaha ke tempat kerja adalah termasuk waktu kerja apabila perjalanan
tersebut memerlukan waktu 24 (dua puluh empat) jam atau lebih.
Pasal 9
Perhitungan upah dan upah kerja lembur sesuai dengan peraturan perundang-
undangan.
Pasal 10
(1) Pengusaha menyampaikan laporan pelaksanaan waktu kerja dan waktu kerja
lembur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 setiap 3 (tiga) bulan kepada instansi
yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan Kabupaten/Kota setempat;
(2) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat:
a. periode kerja yang dipilih dan/atau ditetapkan;
b. bagian-bagian yang dipekerjakan lembur;
c. jumlah pekerja/buruh yang dipekerjakan; dan
d. daftar upah kerja lembur.
Pasal 11
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, Peraturan Menteri ini diundangkan dengan
penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 30 Juli 2010
MENTERI
TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI
REPUBLIK INDONESIA,
ttd
Drs. H.A.MUHAIMIN ISKANDAR,M.Si
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 30 Juli 2010
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2010 NOMOR 366
MENTERI
HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
ttd
PATRIALIS AKBAR, SH.