Aswin Weblog

"Karena sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat untuk orang lain"

  • Blog Stats

    • 911.025 hits
  • Kalender

    Juli 2008
    M S S R K J S
     12345
    6789101112
    13141516171819
    20212223242526
    2728293031  
  • Sign by Aswin - For Information

Archive for Juli, 2008

JAWABAN UJIAN AKHIR SEMESTER GENAP HUKUM INVESTASI

Posted by aswin pada 13 Juli 2008


1. Untuk berinvestasi di Indonesia, pertama-tama seorang investor/ penanam modal harus terlebih dahulu melihat Daftar Negatif Investasi /DNI. Daftar ini merupakan pelaksanaan dari pasal 5, 6, 7 UU No. 1/1967. Di dalam daftar tersebut investor bisa melihat bisnis apa yang tertutup untuk investasi, bisnis yang tertutup hanya untuk investasi asing, dan bisnis apa yang masih terbuka dengan kondisi-kondisi tertentu. Diluar daftar tersebut, bisnis tersebut adalah terbuka untuk investasi. Umpamanya pada Keppres No. 96 Tahun 2000 yang menetapkan Daftar Bidang usaha yang tertutup bagi penanaman modal. Lampiran dari keputusan presiden ini memuat, pertama, bidang usaha yang tertutup mutlak untuk penanaman modal/ investasi, misal, industri yang membuat minuman beralkohol, pengusahaan kasino/ perjudian, industri yang memproduksi senjata dan komponen yang terkait. Kedua, bidang usaha yang tertutup untuk penanaman modal yang didalam modal perusahaan ada pemilikan warganegara asing dan/atau badan hukum asing. Misal, angkutan bis/ taksi, pelayaran rakyat, usaha penunjang perdagangan dalam negeri, stasiun penyiaran televisi swasta, jasa penyiaran radio, pengusahaan gedung-gedung bioskop. Ketiga, bidang usaha yang terbuka untuk investasi dengan joint venture antara modal asing dengan modal dalam negeri. Misal, pengelolaan pelabuhan, pembangkit listrik tenaga nuklir, telekomunikasi, maskapai penerbangan. Keempat, bidang usaha yang terbuka untuk investasi dengan syarat-syarat tertentu. Misal, bisnis pembangkit listrik yang terbuka jika berlokasi diluar jawa, bali, dan madura.
Selain itu investor juga harus melihat pada pasal 6 UU No.1 /1967 mengenai Bidang-bidang usaha yang tertutup untuk penanaman modal asing secara penguasaan penuh dan bidang-bidang yang dilarang sama sekali bagi modal asing
Kemudian, berdasarkan pasal 3 UU No. 1/67, Kegiatan Penanaman Modal Asing/PMA dijalankan melalui Perusahaan Badan Hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia. Perusahaan berbadan hukum yang tepat dalam hal ini adalah Perseroan Terbatas(PT). Berdasarkan ketentuan ini, suatu perusahaan asing tidak bisa langsung menjalankan kegiatannya dalam rangka penanaman modal di Indonesia. Karena dia harus membentuk PT terlebih dahulu.
Setelah mengadakan penelitian yang cukup mengenai bidang usaha yang terbuka, lokasi proyek, tingkat prioritas, dan ketentuan-ketentuan lain yang bersangkutan, calon penanam modal/ investor mengajukan permohonan penanaman modal kepada Ketua BKPM dengan mempergunakan permohonan yang ditetapkan oleh BKPM. Untuk proyek yang terletak di kawasan berikat, investor harus mengirimkan aplikasi permohonan tersebut kepada BKPM melalui otoritas yang berwenang di kawasan berikat tersebut.
Apabila permohonan tersebut sesuai dengan peraturan perundang-undangan, dan ketentuan serta persyaratan penanaman modal asing yang berlaku, Ketua BKPM mengeluarkan Surat Persetujuan Sementara yang merupakan persetujuan prinsip untuk penanaman modal asing yang bersangkutan.
Setelah memperoleh Surat Persetujuan Sementara dari Ketua BKPM, calon penanam modal dalam waktu yang ditetapkan menyampaikan kelengkapan data yang diperlukan oleh BKPM. Berdasarkan penilaian terhadap permohonan investor dan kelengkapan data tersebut, Ketua BKPM menyampaikan permohonan tersebut kepada Presiden dengan disertai pertimbangan guna memperoleh Keputusan Presiden.
Keputusan Presiden mengenai suatu permohonan penanaman modal disampaikan kepada Ketua BKPM. Jika disetujui maka Ketua BKPM menyampaikan menyampaikan pemberitahuan tentang Keputusan Presiden tersebut kepada calon penanam modal, yang memungkinkan calon penanam modal melaksanakan rencananya
Apabila penanam modal telah memperoleh persetujuan berupa Keputusan Presiden maka Ketua BKPM atas nama Menteri yang bersangkutan mengeluarkan izin-izin yang diperlukan seperti:
a. Izin usaha (sementara dan tetap)
b. Izin usaha pengangkutan dan bahan baku
c. Angka pengenal importir/eksportir terbatas
d. Izin pembelian dalam negeri terbatas
e. izin usaha perdagangan terbatas hasil produksi barang/jasa
f. keputusan pemberian fasilitas/ keringanan pajak dan bea masuk
g. izin kerja bagi tenaga asing yang diperlukan, dan
h. surat keputusan pemberian hak guna usaha, apabila diperlukan.
Kemudian Gubernur Kepala Daerah atau Ketua BKPMD atas nama Gubernur/ Bupati/ Walikotamadya Kepala daerah tempat proyek tersebut berada mengeluarkan
a. Persetujuan lokasi
b. Hak guna bangunan, hak pengelolaan, atau hak pakai
c. Izin bangunan, dan
d. Izin undang-undang gangguan

2. jika ingin bekerja sama dengan perusahaan lokal maka investor harus membentuk suatu perjanjian joint venture. struktur perjanjian joint venture dapat dibagi ke dalam 3 bagian, bagian pertama terdiri dari judul kontrak, tanggal kontrak, para pihak dalam kontrak, kata sepakat, tujuan dibuatnya kontrak.
Bagian kedua terdiri dari pasal-pasal yang mengatur mengenai joint venture itu sendiri. Misalnya klausula mengenai lisensi, paten, dan merk daagang, kemudian besarnya modal proporsi masing-masing pemegang saham, dll.
Bagian ketiga terdiri dari pasal-pasal yang terdiri dari pasal-pasal yang harus ada pada kontrak yang baik, yaitu pasal-pasal yang berkenaan dengan wanprestasi, pemberitahuan atau peringatan, pengakhiran perjanjian, ganti rugi, keadaan darurat, hukum yang berlaku, penyelesaian sengketa, bahasa, jangka waktu perjanjian, amandemen, dan the entire agreement.
Hal-hal penting yang harus ada pada perjanjian joint venture yaitu:
Judul perjanjian. Judul haruslah spesifik dan mencerminkan nama dari perjanjian tersebut, misal: Joint venture agreement, dengan demikian pembaca dapat mengetahuinya segera.
Tanggal perjanjian. Tanggal berguna untuk menunjukkan kapan perjanjian itu berlaku dan kapan perjanjian itu akan berakhir.
Para pihak. Para pihak disini haruslah orang yang mempunyai kapasitas untuk menandatangani perjanjian dimaksud.
Kata sepakat. Unsur ini harus ada dalam suatu perjanjian, dengan demikian perjanjian tidak bisa dibuat dengan paksaan atau penipuan.
Mengenai sesuatu. Yaitu mengenai tujuan dan maksud dari pembuatan perjanjian tersebut.
Sesuatu yang halal. Artinya tidak melanggar peraturan perundang-undangan yang ada.
Klausula-klausula yang penting dalam perjanjian joint venture ini yaitu:
a. Klausul mengenai Definisi. Klausul ini mengatur mengenai definisi yang dipakai dalam perjanjian tersebut. Klausul ini berguna untuk menghindarkan beda penafsiran tentang istilah-istilah yang dipergunakan dalam perjanjian ini dan menghindarkan penggunaan kalimat yang panjang-panjang.
b. Klausul mengenai Wanprestasi. Klausul ini mengatur mengenai pelanggaran-pelanggaran yang mungkin dilakukan oleh para pihak karena yang bersangkutan tidak memenuhi kewajiban yang disyaratkan di dalam kontrak. Dalam civil law, bentuk-bentuk pelanggaran dapat berupa tidak melakukan apa yang diperjanjikan, melaksanakan apa yang dijanjikan tetapi tidak sesuai dengan yang dijanjikan, melakukan apa yang dijanjikan tetapi tidak tepat waktu, melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukan.
c. Klausul mengenai Peringatan (notice). Klausul ini mengatur mengenai peringatan bagi pihak yang melakukan wanprestasi. Peringatan ini bertujuan agar pihak tersebut melakukan isi perjanjian yang telah disepakati.peringatan tersebut biasanya sampai 3 kali dengan memperhatikan jangka waktu tertentu. Bila smpai peringatan ketiga pihak yang diberi peringatan tersebut tetap tidak melakukan kewajibannya, maka pihak yang dirugikan dapat memutuskan kontrak secara sepihak. Contoh dari klausula ini yaitu “This Agreement shall be terminable immediately by written notice to the other Party upon the occurrence of one or more of the following events:
(a) by any party hereto, if any party shall commits a breach of any of its obligations under this Agreement which shall not be remedied within sixty (60) calendar days from the giving of written notice requiring the said breach to be remedied.”
d. Klausul mengenai Ganti kerugian (compensation). Klausul ini mengatur mengenai ganti kerugian bagi pihak yang merasa dirugikan karena pihak lain tidak dapat memenuhi kewajibannya karena kesalahannya sendiri. Meskipun perjanjian telah diputuskan, pihak yang dirugikan tetap bisa menuntut kerugian yang dialaminya. Ganti rugi dapat berupa denda dalam jumlah tertentu atau dalam persentase tertentu, karena pihak lain idak dapat memenuhi perjanjian pada waktu yang disepakati semula. Contoh dari bunyi klausul ini yaitu: “Neither party shall be liable to the other because of such termination for compensation, reimbursement or damages on account of the loss of prospective profits or anticipated sales, or on account of expenditures, investments, lease or commitments in connection with the business or goodwill of Manufacturer or Distributor or for any other reason whatsoever growing out of such termination.”
e. Klausul mengenai Keadaan darurat (force majeur). Klausul ini mengatur keadaan darurat yang tidak dapat diperkirakan sebelumnya pada waktu perjanjian tersebut ditandatangani atau suatu akibat yang tidak tertanggungkan karena suatu peristiwa yang tidak dapat diperkirakan sebelumnya akan terjadi. Salah satu pihak yang tidak dapat memenuhi kewajibannya karena mengalami keadaan darurat tidak dapat dituntut ganti rugi. Contoh dari klausul ini yaitu: “In the event of any failure in the performance of this Agreement due to any force majeure such as war, strike, labor dispute, fire, natural disaster, change in law or regulation or other action of government, or any other cause whatsoever beyond the control of a Party to this Agreement, the Party so failing shall, to that extent, be exempted during the period of such happening from the liabilities that would otherwise result from its failure.”
f. Klausul mengenai Hukum yang berlaku (governing law). Klausul ini mengatur mengenai hukum mana yang berlaku bagi perjanjian tersebut. Hal ini mengingat bahwa para pihak adalah orang yang datang dari dua hukum yang berbeda dan untuk memberikan kepastian dan menghilangkan keragu-raguan mengenai hukum mana yang berlaku. Contoh dari klausul ini yaitu “The formation, validity, performance and interpretation of this Agreement shall be governed by the laws of the Republic of Indonesia.”
g. Klausul mengenai Penyelesaian sengketa (settlement of dispute). Klausul ini mengatur mengenai penyelesaian sengketa yang mungkin terjadi diantara para pihak, baik karena penafsiran perjanjian maupun karena pelaksanaan perjanjian dimaksud. Kemungkinan penyelesaian sengketa bisa dibagi 2 yaitu melalui pengadilan, baik di dalam negeri maupun di luar negeri, atau melalui arbitrase, baik di dalam maupun diluar negeri. Masing-masing pilihan ini ada keuntungan dan kelemahannya.
h. Klausul mengenai Bahasa (language). Klausula ini mengatur mengenai bahasa mana yang digunakan didalam perjanjian. Pada umumnya perjanjian transaksi internasional menggunakan bahasa Inggris dengan bahasa lain sebagai terjemahan, maka jika terjadi sengketa yang digunakan untuk menafsirkan pasal-pasal dalam perjanjian adalah perjanjian yang menggunakan bahasa Inggris
i. Klausul mengenai Jangka waktu perjanjian (duration). Klausula ini mengatur berapa lama perjanjian tersebut diadakan. Jangka waktu perjanjian biasanya dihitung sejak tanggal perjanjian tersebut ditandatangani. Jangka waktu perjanjian joint venture biasanya 30 tahun, hal ini sesuai dengan pasal 18 UU 1/67.
j. Klausul mengenai Pengakhiran perjanjian (termination). Klausula ini mengatur bagaimana perjanjian tersebut diakhiri ataukah perjanjian tersebut dapat diperpanjang. Suatu perjanjian dapat berakhir karena diputuskan oleh salah satu pihak karena pihak lain tidak dapat melaksanakannya, atau karena masa berlakunya perjanjian tersebut sudah berakhir. Jika perjanjian dapat diperpanjang maka perpanjangan suatu perjanjian haruslah dengan persetujuan tertulis pihak lainnya, jika pihak lainnya tidak setuju maka perjanjian tersebut berakhir dengan sendirinya.
k. Klausul mengenai Amandemen/ perubahan. Klausula ini mengatur bagaimana perubahan dari perjanjian joint venture tersebut, karena tidak jarang pada tahap pelaksanaan perjanjian, keadaan telah berubah dibandingkan pada saat perjanjian tersebut ditandatangani. Tentu perubahan tersebut harus mendapatkan persetujuan tertulis terlebih dahulu dari pihak lainnya. Perubahan tersebut biasa dicantumkan dalam perjanjian tambahan (addendum) atau jika perubahan tersebut dilakukan secara menyeluruh, maka perlu dibuat perjanjian baru yang menggantikan perjanjian lama.
l. Klausul mengenai Keseluruhan perjanjian (entire agreement). Klausul ini berguna untuk menghapuskan keragu-raguan, manakala para pihak menandatangani lebih dari satu perjanjian yang berbeda substansinya. Contoh dari klausula ini adalah: “Dengan ditandatanganinya perjanjian ini maka perjanjian-perjanjian sebelumnya tidak berlaku lagi.”

3. Jika saya adalah hakim maka saya akan menolak untuk mengadili sengketa tersebut. Karena berdasarkan Pasal 11 ayat 1 UU No. 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan alternatif penyelesaian sengketa yang menyebutkan bahwa adanya suatu perjanjian arbitrase tertulis meniadakan hak para pihak untuk mengajukan penyelesaian sengketa atau beda pendapat yang termuat dalam perjanjiannya ke Pengadilan Negeri. Kemudian diayat 2-nya disebutkan bahwa Pengadilan Negeri wajib menolak dan tidak akan campur tangan di dalam suatu penyelesaian sengketa yang telah ditetapkan melalui arbitase, kecuali dalam hal-hal tertentu yang ditetapkan dalam Undang-undang ini. Dengan demikian berdasarkan UU, saya tidak berhak untuk mengadili sengketa ini.
Selain itu dengan menoleh pada keputusan Mahkamah Agung RI pada tahun 1981, yaitu dalam putusannya mengenai suatu sengketa antara investor Korea dan partner lokalnya, yaitu sengketa antara Sutomo dengan Ahyu Forestry Company, (suatu perusahaan Korea yang menjadi partnernya dalam perusahaan joint venture yang bergerak di bidang pengusahaan hutan seluas 115.000 ha di Kalimantan Barat), berpendirian bahwa bila para pihak telah sepakat dalam perjanjian joint venture memilih arbitrase sebagai badan penyelesai sengketa yang mungkin timbul, maka pengadilan tidak mempunyai yurisdiksi untuk memeriksa dan mengadili sengketa tersebut. Dalam putusannya, Mahkamah Agung RI menerima permohonan kasasi yang diajukan oleh tergugat asli ( penggugat untuk kasasi ) yaitu Ahyu forestry company, membatalkan keputusan Pengadilan Tinggi Jakarta dan Keputusan Pengadilan Ngeri Jakarta Utara serta menyatakan Pengadilan Negeri Jakarta Utara tidak berkuasa mengadili perkara ini. Alasan yang digunakan Mahkamah Agung dalam putusan kasasi tersebut yaitu, berdasarkan pasal 1338 BW maka basic agreement for joint venture tersebut telah mengikat para pihak sebagai Undang-Undang. Putusan judex factie telah bertentangan dengan pasal 615 RV dan seterusnya, dan dengan demikian pula telah melanggar ketentuan tentang kompetensi absolut.

4. sebagai seorang konsultan, saya akan memberikan alasan-alasan yang bisa digunakan untuk membatalkan putusan arbitrase tersebut, yaitu:
berdasarkan pasal 70 UU No. 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan alternatif penyelesaian sengketa disebutkan bahwa terhadap putusan arbitrase, para pihak dapat mengajukan permohonan pembatalan apabila putusan tersebut diduga mengandung unsur-unsur sebagai berikut :
a. surat atau dokumen yang diajukan dalam pemeriksaan, setelah putusan dijatuhkan, diakui palsu atau dinyatakan palsu;
b. setelah putusan diambil ditemukan dokumen yang bersifat menentukan, yang disembunyikan oleh pihak lawan ; atau
c. putusan diambil dari hasil tipu muslihat yang dilakukan oleh salah satu pihak dalam pemeriksaan sengketa.
Selain itu dalam Pasal 66 disebutkan bahwa Putusan Arbitrase Internasional hanya diakui serta dapat dilaksanakan di wilayah hukum Republik Indonesia, apabila memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :
a. Putusan Arbitrase Internasional dijatuhkan oleh arbiter atau majelis arbitrase di suatu negara yang dengan negara Indonesia terikat pada perjanjian, baik secara bilateral maupun multilateral, mengenai pengakuan dan pelaksanaan Putusan Arbitrase Internasional;
b. Putusan Arbitrase Internasional sebagaimana dimaksud dalam huruf a terbatas pada putusan yang menurut ketentuan hukum Indonesia termasuk dalam ruang lingkup hukum perdagangan;
c. Putusan Arbitrase Internasional sebagaimana dimaksud dalam huruf a hanya dapat dilaksanakan di Indonesia terbatas pada putusan yang tidak bertentangan dengan ketertiban umum;
d. Putusan Arbitrase Internasional dapat dilaksanakan di Indonesia setelah memperoleh eksekuatur dari Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat; dan
e. Putusan Arbitrase Internasional sebagaimana dimaksud dalam huruf a yang menyangkut Negara Republik Indonesia sebagai salah satu pihak dalam sengketa, hanya dapat dilaksanakan setelah memperoleh eksekuatur dari Mahkamah Agung Republik Indonesia yang selanjutnya dilimpahkan kepada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Selain daripada itu, berdasarkan konvensi new york 1958 yang telah diratifikasi dengan Keppres No. 34 Tahun 1981, telah ditentukan syarat-syarat bagi tidak dapat dilaksanakannya keputusan arbitrase di luar negeri di negara-negara penandatangan konvensi. Konvensi New york memuat 2 kategori utama alasan-alasan dimana pengadilan negara setempat dapat menolak pelaksanaan keputusan arbitrase luar negeri. Pertama adalah hal-hal yang tecakup dalam pasal V ayat 1 huruf a sampai pasal V ayat 1 huruf e, dan pasal V ayat 2 huruf a. Kategori kedua adalah yang termuat dalam pasal V ayat 2 huruf b. berdasarkan konvensi tersebut maka putusan arbitrase luar negeri dapat ditolak pelaksanaannya karena alasan-alasan sebagai berikut:
1.Para pihak tidak berwenang membuat perjanjian arbitrase, atau perjanjian tersebut tidak sah menurut hukum yang berlaku, atau tidak ada petunjuk bahwa pengadilan tersebut sah berdasarkan hukum negara dimana keputusan tersebut dibuat. Hal ini dimuat dalam pasal V ayat 1 huruf a. Contoh dari pasal ini yaitu perkara antara Keek Seng (s) Pe Ltd. (Singapore), dan K.S. Edible Oil (H.K) Ltd. (Hongkong) melawan Hunt-Wesson Foods, Inc (USA) pada tahun 1981. Perkara ini dimenangkan oleh Hunt-Wesson, Hunt-Wesson kemudian meminta pelaksanaan putusan arbitrase di Belanda karena Keck Seng mempunyai dana di Bank Belanda. Pengadilan Negeri Rotterdam mengabulkan permohonan tersebut dengan menyatakan bahwa konvensi New york 1958 dapat diterapkan karena telah dianut oleh Belanda dan USA. Atas putusan tersebut diajukan banding ke Pengadilan Tinggi Hague. Putusan Banding membatalkan putusan pengadilan negeri rotterdam dengan alasan bahwa pelaksanaan putusan terhadap Keck Seng tidak sesuai dengan syarat-syarat dalam klausula arbitrase atau pengajuan pada arbitrase tidak dapat diterima sehingga pelaksanaan putusan harus ditolak.
2. Pihak yang diminta untuk melaksanakan keputusan tidak mendapat pemberitahuan yang wajar atau tidak lazim mengenai penunjukan para wasit atau dalam proses arbitrase ia tidak dapat menyampaikan kasusnya. Hal ini dimuat dalam pasal V ayat 1 huruf b. Contoh perkara sehubungan dengan pelaksanaan pasal ini adalah perkara pemilik galangan kapal Finlandia melawan pencharter kapal Spanyol. Pada tanggal 11 Februari 1981.
3. Putusan berkenaan dengan hal yang berbeda atau tidak sesuai dengan hal-hal yang diajukan kepada wasit, atau putusan mengandung hal-hal diluar ruang lingkup pengajuan arbitarse. Atau bisa juga disebut arbiter telah melampaui batas wewenangnya. Hal ini dimuat dalam pasal V ayat 1 huruf c. Contoh dari perkara berdasarkan pasal ini yaitu perkara yang diputus oleh Mahkamah Agung Swedia tanggal 13 Agustus 1979. Perkara ini antara AB Gotavarken (Swedia) melawan General National Maritime Transport Company (GMTC) Libya.
4. Komposisi dari kekuasaan arbitrator atau prosedur arbitrase tidak sesuai dengan perjanjian yang telah dibuat oleh para pihak, atau persetujuan seperti itu gagal jika tidak sesuai dengan hukum negara di tempat arbirase berlangsung. Hal ini dimuat dalam pasal V ayat 1 huruf d. Contoh dari pelaksanaan putusan arbitrase sehubungan dengan pasal ini yaitu perkara antara General National Maritim Transport Company (GMTC) Libya melawan AB Gotaverken (Swedia) (1980). Contoh lain yaitu perkara antara Exfinos Shipping Co. Ltd. Melawan Rawi Shipping Lines.
5. Putusan belum mempunyai kekuatan mengikat terhadap para pihak, atau telah dikesampingkan atau ditangguhkan oleh badan yang berwenang dari negara atau berdasarkan hukum negara dimana putusan itu dibuat. Hal ini dimuat dalam pasal V ayat 1 huruf e. Contoh dari pelaksanaan putusan arbitrase asing atas dasar pasal ini yaitu perkara antara M. Claude Clair (France) melawan M. Louis Berardi yang terjadi pada tahun 1980.
6. Pokok persengketaan tidak dapat diselesaikan melalui arbtrase berdasarkan hukum negara itu. Hal ini dimuat dalam pasal V ayat 2 huruf a.
7. Pengakuan atau pelaksanaan putusan arbitrase akan bertentangan dengan kepentingan umum negara itu. Hal ini dimuat dalam pasal V ayat 2 huruf b. Contoh dari penerapan pasal ini yaitu Putusan Mahkamah Agung dalam perkara E.D. & F.MAN (SUGAR) Ltd. Melawan Yani haryanto.

5. Pemegang saham tersebut dapat menggugat Direksi Perusahaan tersebut. Hal ini didasarkan pada pasal 85 ayat 3 UU No. 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas. Pada pasal tersebut, pemegang saham yang mewakili paling sedikit 1/10 (satu persepuluh) bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara yang sah, atas nama perseroan, dapat mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri terhadap anggota Direksi yang karena kesalahan atau kelalaiannya menimbulkan kerugian pada perseroan. 1/10 bagian dari jumlah seluruh saham adalah 10%. Dengan demikian jika tindakan Direksi merugikan perseroan, maka pemegang saham yang mempunyai 10% saham dapat mewakili perseroan untuk melakukan tuntutan atau gugatan terhadap Direksi melalui Pengadilan.

nb:tulisan ini dibuat tahun 2006 by aswin, sory kalo gak update

Posted in Writings and Articles | 1 Comment »